Spirit Entrepreneurship di Dunia
Pendidikan
|
Jumlah pengangguran di Indonesia semakin hari bukannya
semakin berkurang. Angkanya juga demikian tinggi. Saat ini jumlah
pengangguran di negeri ini tak kurang dari 42 juta jiwa. Dari angka tersebut
sekitar 5 juta di antaranya adalah pengangguran bertitel sarjana. Dengan
demikian, hampir seperempat dari total jumlah penduduk Indonesia bergelar
pengangguran, baik pengangguran kentara maupun tidak kentara. I mplikasinya
tentu saja hal itu ikut mendongkrak angka kemiskinan. Pengangguran dan
kemiskinan adalah dua faktor sosial yang saling berimpit. Dan keduanya
merupakan problem sosial yang krusial.
Data statistik tentang pengangguran yang demikian
tinggi bukanlah hal yang baru buat kita. Pasalnya, setiap tahun ribuan
sarjana diwisuda di ribuan perguruan tinggi. Pada saat itulah deretan
calon-calon pengangguran sudah terlihat wajahnya di depan mata. Media massa
pun selalu memunculkan angkanya. Mengapa demikian? Karena faktanya, jumlah
lowongan pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pencari
kerja. Lowongan yang tersedia mengikuti deret hitung, sementara pencari kerja
jumlahnya mengikuti deret ukur. Itulah sebabnya pengangguran pun meningkat
tajam.
Kita lihat di kantor-kantor pos setiap hari Senin dan
Selasa, berderet anak-anak muda menenteng amplop coklat besar,
bertumpuk-tumpuk. Apalagi isinya kalau bukan surat lamaran pekerjaan. Setiap
minggu mereka lakukan itu, bahkan ada yang setia melakukannya sampai
berbulan-bulan meski tak ada satupun dari surat lamaran pekerjaannya diterima
di sebuah perusahaan. Lalu muncullah semacam ledekan, pekerjaan kok melamar
pekerjaan? Dan yang mendengarnya hanya bisa tersenyum kecut karena faktanya
memang demikian.
Membludaknya pengangguran di kalangan kaum muda dan
sarjana sungguh memprihatinkan kita semua. Untuk itu, berbagai pihak harus
memikirkan alternatif solusi untuk keluar dari persoalan yang akut dan
ditemui setiap tahun itu. Bagaimanapun pengangguran akan menjadi bom waktu
jika tidak ada penanganan yang serius dan solutif. Pengangguran akan
berhubungan dengan katup sosial yang bisa pecah dan menimbulkan beragam
kerawanan sosial: seperti kriminalitas, konflik, disparitas sosial, dan sebagainya.
Kaum muda sendiri seyogyanya menyadari bahwa
tersedianya lapangan kerja memang makin menyempit semenjak krisis ekonomi
melanda Indonesia pasca reformasi. Banyak perusahaan tumbang diterpa badai
krisis dan kurs rupiah terhadap dollar yang semakin melemah. PHK pun terjadi
dimana-mana. Ada 45 juta orang miskin di Indonesia dan semuanya berjuang
berebut pekerjaan di berbagai sektor.
Mengubah Mindset
Maka mengubah mindset di kalangan dunia pendidikan,
khususnya lagi di kalangan mahasiswa (kampus) adalah langkah yang tak bisa
lagi ditolerir. Kamum muda sekarang seyogyanya tak lagi harus mengandalkan
lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah maupun perusahaan swasta. Harus
dibentuk mindset baru bahwa pekerjaan harus bisa diciptakan mereka sendiri.
Dengan bekal ilmu yang sudah diperoleh di perguruan tinggi maupun dari
networking yang bisa dibangun dengan berbagai kalangan selama menjadi
(aktivis) mahasiswa.
Inilah yang dinamakan mindset entrepreneurship. Yakni,
mengubah dari paradigma mencari pekerjaan menjadi berwirausaha secara
mandiri. Menciptakan peluang usaha bagi dirinya sendiri dan orang lain
sehingga tidak perlu melamar kemana-mana. Langsung action membuat lapangan
usaha dan mendapatkan penghasilan dari usaha yang dikembangkan tersebut.
Tidak perlu susah-susah menjadi karyawan tetapi bisa langsung menjadi bos
atas usahanya sendiri.
Untuk itulah diperlukan iklim baru yang mewarnai dunia
pendidikan kta (kampus). Virus entrepreneur perlu sejak dini dikenalkan ke
kalangan siswa dan mahasiswa. Seminar-seminar kewirausahaan perlu sesering
mungkin digelar, dikenalkan secara lebih dekat kepada mahasiswa.
Pengusaha-pengusaha yang telah sukses di bidang usahanya perlu secara
periodik dihadirkan ke dalam kampus agar berbagi pengalamannya. Jam terbang
mereka sebagai pengusaha dari merintis usaha hingga menggapai kesuksesannya
diharapkan dapat menginspirasi para mahasiswa untuk tertarik menerjuni dunia
entrepreneur (bisnis).
Terkadang memang muncul ketakutan dan keraguan untuk
memulai terjun ke dunia bisnis itu. Nah, banyaknya workshop dan seminar yang
digelar serta sharing pengalaman dari para pengusaha sukses adalah sarana
yang efektif untuk memberi bekal serta melatih skill mahasiswa sebelum
benar-benar terjun ke dunia entrepreneur. Sekaligus untuk membangun networking
semenjak awal. Jika itu semua bisa dikelola sejak dini maka
ketakutan-ketakutan akan kegagalan atau berbagai kendala yang akan dihadapi
saat terjun ke dunia bisnis, tidak perlu menghantui mereka karena pasti ada
solusi dan panduannya.
Jika virus entrepreneur ini sudah bisa merasuk ke
kalangan mahasiswa maka ke depannya diharapkan kampus tidak lagi menjadi
pencetak kader-kader PPP (Pabrik Pencetak Pengangguran). Atau mencetak
Pasukan Pencari Pekerjaan. Yang terjadi sebaliknya, mereka bisa menjadi pionir-pionir
baru yang mewujudkan lapangan-lapangan pekerjaan baru.
Dengan demikian, hitamnya toga ketika wisuda tidak lagi
akan menjadi momok yang menggambarkan kelamnya masa depan. Sebaliknya,
hitamnya toga adalah titik awal untuk mengubah kelamnya masa depan menjadi
masa depan yang gemilang penuh kesuksesan melalui jalur entrepreneurship.
Berbagai pengalaman pengusaha sukses menunjukkan untuk sukses di dunia bisnis
itu tidak sesulit yang dibayangkan. Kalau sudah diterjuni, satu demi satu
kendala bisnis itu ternyata bisa dihadapi secara mudah.
Masuk Sekolah
Sesungguhnya semakin dini entrepreneurship itu
dikenalkan di kalangan generasi muda hasilnya akan semakin baik. Oleh sebab
itu, bukan hanya d perguruan tinggi spirit entrepreneurship perlu
diperkenalkan sejak dini. Bahkan sedini mungkin, bahkan semenjak di Sekolah
Dasar, semangat entrepreneurship itu perlu dikenalkan.
Apakah yang paling inti dari spirit entrepreneuship
itu? Tak lain adalah suatu paradigma dimana kita bisa mengubah setiap potensi
apapun yang ada di sekeliling kita untuk dikembangkan nilai manfaatnya bagi
orang banyak. Selama ini generasi muda kita hanya ditanamkan semangat
memakai, memanfaatkan, dan segala hal yang berbau komsumtif. Dengan
entrepreneur mindset mereka diubah, yakni menjadikan diri mereka lebih
kreatif, inovatif, dan produktif terhadap setiap hal yang mungkin
dikembangkan.
Nah, jika semenjak di Sekolah Dasar hal ini sudah dikenalkan dan
ditanamkan dasar-dasarnya maka di kemudian hari untuk mencetak mereka menjadi
entrepreneur-entrepreneur handal akan lebih mudah. Jika itu mampu dilakukan
otomatis jumlah pengungguran akan teratasi dengan sendirinya, kemiskinan
dapat ditanggulangi, sehingga kehidupan masyarakat Indonesia akan jauh lebih
sejahtera.
Maka spirit entrepreneurship di sekolah-sekolah itu harus mulai
ditumbuhkembangkan sejak sekarang. Agar dalam 20-25 tahun mendatang kita
sudah menuai buahnya. Kapan lagi? ###
|