Senin, 15 Oktober 2012

Kilau yang Memudar



Islamedia - Ini adalah kisah dari sebuah piala, berkilau, berharga, dan diperebutkan banyak orang. Pada suatu hari, diadakan sebuah lomba sains, banyak kategori yang diperebutkan dalam lomba tersebut. Deretan piala dipajang ditempatnya, satu piala yang paling terlihat disana, ialah piala untuk juara umum. Ukurannya paling besar dan paling istimewa diatara semua piala yang ada. Piala tersebut berkata kepada piala yang lain, “Lihat aku, lihat kilau ku, lihat betapa orang-orang mengagumi dan menginginkan ku”. Piala itu meyombongkan dirinya didepan piala-piala yang lain, ia merasa bahwa dirinya sempurna.

Pada akhir lomba, juara umum dimenangkan oleh SMKN 5 Kota Tangerang. Piala itu diangkat dipodium, semua orang bertepuk tangan, piala tersebut semakin sombong dan semakin merasa ia adalah terbaik dari semuanya. Sampainya di sekolah, piala tersebut ditaruh didepan sekolah, supaya semua siswa-siswi dari sekolah tersebut dapat melihatnya. Banyak siswa yang berhenti didepan piala tersebut, mereka sangat mengaguminya, banyak diantara mereka juga ingin memilikinya, keadaan semakin sesak, karena para siswa berkumpul mengelilingi piala tersebut karena sangat terkesan dengan kilau kuning yang sangat indah dan mempesona.

Lalu sore mulai menjelang, bel pulang sekolah dibunyikan, para siswa pun pulang meninggalkan sekolah, piala yang dipajang tadi pun dimasukan kedalam lemari piala yang ada di sekolah tersebut. Banyak piala yang terpajang di lemari tersebut, lemari itu begitu istimewa termasuk bagi Sang Piala. Ada lampu yang didalam lemari tersebut yang menerangi piala-piala yang ada didalam.

Kemudian dalam suasana malam yang sunyi, terdengar samar-samar suara tangis sedih, Sang Piala tadi bingung, dan betanya-tanya suara apa itu. Suara itu berasal dari bagian pojok lemari. Sang Piala melihat sesuatu yang penuh debu, kusam dan tidak terawat. Sang Piala bertanya, “Siapa kamu? Kenapa kamu menangis?”, ada sebuah piala lain berkata pada Sang Piala, “Ia adalah sebuah piala sama seperti aku, kamu dan kita, ia adalah piala yang dimenangkan oleh sekolah ini 7 tahun yang lalu”. “Ia benar, aku dulu adalah sebuah piala yang sangat dikagumi, diinginkan, dan kilau ku pun sama seperti mu, tapi sekarang lihatlah, tubuhku dipenuhi debu, karat-karat telah datang, dan tidak ada yang mengagumi ku lagi, mereka melupakan ku” jawab piala yang menangis tadi.

Sang Piala mulai menyadari, bahwa hari ini mungkin ia sangat dikagumi, tapi suatu saat ia akan bernasib sama seperti piala yang menangis tadi. Ia sadar bahwa tak ada kilau yang abadi di dunia ini, karena semua “kilau akan memudar pada waktunya”.


Jika kita merenung sejenak, dunia ini mempunyai kemiripan dengan kisah tersebut. Tak peduli siapa kita hari ini, seorang artis ternama, pengusaha kaya, mahasiswa yang brilian, ingatlah sahabatku “kilaunya pun akan berlalu”. Jagalah hati ini dari angkuh, mengagumi diri sendiri secara berlebihan. 



Semoga kita selalu ingat,

Adhitya Yoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar